Jangan Takut Bicara Benar....!


Forsipnews (03/10) –
”Jangan takut bicara benar!” Itulah slogan yang selalu didengung-dengungkan oleh para aktifis perjuangan dan reformis di seluruh dunia.

Keleluasaan bagi masyarakat untuk bebas bicara adalah salah satu ciri sebuah negara demokrasi. Kalau kita menganggap negara kita berfalsafah demokrasi, maka kebebasan mengemukakan pendapat adalah hak mutlak setiap orang.

Bicara adalah hak semua orang yang dijamin oleh Undang-Undang. Setiap orang bebas mengungkapkan pendapatnya. Baik lewat lisan maupun media tulisan.

Oleh karena itu, kita tidak perlu takut ketika harus bicara tentang kebenaran. Selama didukung fakta, serta tidak melanggar unsur SARA dan pencemaran nama baik, setiap orang bebas mengemukakan pendapat.

Islam sendiri adalah salah satu agama yang sangat menghormati kebebasan mengemukakan pendapat. Rasulullah SAW sudah memberikan contoh teladan bagi kita semua. Dalam setiap permasalahan, Rasul selalu meminta pendapat para sahabatnya. Setiap masalah selalu dibicarakan melalui musyawarah.

Kenyataannya teladan Rasulullah ini tidak diikuti. Misalnya dalam  kasus di pemerintahan. Banyak pejabat yang justru bertindak otoriter, orang membawa maunya sendiri dan tidak bersedia mendengarkan pendapat bawahan. Ketika ada menyampaikan aspirasi melalui demo, mereka  langsung emosi dan marah-marah. Lebih suka menggunakan kekuasaan uang dan intimidasi dibanding duduk sama tinggi untuk membicarakan solusi.

Padahal demonstrasi tidak akan terjadi jika para pejabat kita mau meluangkan waktu untuk mendengarkan setiap aspirasi yang masuk. Mengambil solusi yang tepat serta menindaklanjutinya dengan tindakan konkrit.

Bagaimana dengan kita sendiri selaku bawahan? Ternyata banyak dari kita yang masih merasa takut untuk berbicara benar di depan atasan. Takut dipecat, takut dimutasi, takut tidak kebagian proyek dan sebagainya. Padahal jelas-jelas kita punya hak untuk mengeluarkan pendapat dan berhak didengar aspirasinya oleh pimpinan. Sebagai bawahan kita tidak perlu takut ketika harus menyampaikan kritik dan saran saat melihat kekeliruan terjadi di depan mata.

Dr. Yusuf Qhordowi, seorang pemikir besar Islam Timur Tengah pernah berfatwa  tentang salah satu hadits bahwa salah satu jihad tertinggi dimata Allah adalah ketika seorang bawahan berani menentang /mengkritisi atasannya yang zholim.

Oleh karena itu kita tidak seharusnya berdiam diri ketika mengetahui ada seorang atasan atau rekan kerja yang melanggar aturan hukum maupun norma agama. Kritisi saja, tidak perlu takut. Kalau perlu laporkan pada yang berwenang. Takutlah hanya pada Allah semata, bukan pada sesama makhluk. Berani bicara? So pasti! (-red-/DS)




Meneladani Kepemimpinan Umar ra.

Forsipnews (01/10) – Umar bin Khatab ra. adalah sosok pemimpin yang dikenal adil dan tegas. Dimasa kepemimpinan beliau, kedaulatan Islam berkembang pesat tidak hanya melingkupi jazirah arab tapi menyebar hingga jauh ke wilayah Romawi Timur dan Persia. Kekuasaannya luar biasa besarnya, jauh melebihi kekuasaan raja-raja manapun sepanjang sejarah.

Tetapi meskipun kekuasaan dan kekayaan luar biasa besar berada dibawah pengawasannya, ia tetap sosok yang sederhana. Sosoknya tetap merakyat. Di sela-sela waktunya mengurus negara, ia tetap bekerja di ladang untuk menghidupi keluarga. Tidak ada satu senpun uang di Baitul Mal yang masuk ke kantongnya. Bahkan seluruh gajinya ia sedekahkan untuk kaum fakir miskin. Ia juga tidak segan-segan memanggul sendiri berkarung-karung  gandum untuk diberikan pada mereka yang membutuhkan.

KetegasanUmar dalam memimpin dikenal sepanjang sejarah. Contohnya dalam salah satu riwayat dikisahkan ada seorang Yahudi yang datang mengadu karena rumahnya terkena ‘gusuran’ saat dilakukannya perluasan istana Gubernur Irak yang saat itu dijabat Muawiyah.

Mendengar laporan ini, dengan marah Umar mengambil sepotong tulang Unta. Ditorehnya tulang itu dengan ujung pedangnya. Setelah itu ia meminta seorang sahabat untuk mengantarkan tulang itu pada Muawiyah.

Saat menerima kiriman tersebut,  Muawiyah langsung gemetar ketakutan. Dia tahu apa artinya ini. Dengan mengirim sepotong tulang, Umar secara tidak langsung menegur Muawiyah bahwa istana dan segala kekayaan yang dimilikinya hanyalah perhiasan dunia yangtidak akan dibawa mati. Sementara guratan pedang pada tulang itu menunjukan bahwa kalau Muawiyah tetap melakukan kezoliman, maka Umar akan datang untuk meluruskan masalah dengan pedangnya. Muawiyah pun segera membangun kembali rumah si Yahudi.

Kepiawaian kepemimpinan Umar ra. juga terbukti dari tindakannya dalam menempatkan para pejabat baru. Setiap pejabat ditempatkan sesuai dengan keahliannya. Ia dengan tegas melarang para pejabat untuk korupsi. Sebelum dikirim ke tempat tugas, bawahannya diminta untuk mencatat seluruh kekayaan si pejabat. Begitu si pejabat selesai menjalankan masa tugas, kekayaannya kembali diperiksa. Bila bertambah, maka Umar akan langsung menghukumnya dengan tegas dan mengembalikan kelebihan harta tersebut ke Baitul Mal.

Tindakannya ini dilakukan terhadap seluruh pejabat di bawah kekuasaannya tanpa pilih bulu. Beberapa sahabat pun pernah merasakan ketegasan Umar. Misalnya Abu Hurairah ra. yang sempat menangis karena ketika selesai melaksanakan tugas, ternyata hartanya bertambah. Padahal harta tersebut halal hasil usaha dagangnya. Tapi Umar tetap memaksa kelebihan harta tersebut untuk disumbangkan ke Baitul Mal.

Umar juga tidak segan-segan ‘mencopot’ jabatan para bawahannya jika dianggap melakukan pelanggaran. Contohnya ia tidak ragu menyuruh seorang sahabat untuk mengikat kedua tangan Khalid bin Walid ra. dan menghadapkannya ke pengadian karena dianggap  telah berlaku tidak adil dalam pembagian harga pampasan perang. Meskipun waktu itu Khalid adalah seorang pahlawan besar yang jasanya luar biasa dan menjabat sebagai panglima tertinggi pasukan Muslim, Umar tetap mencopot jabatannya.

Di jaman sekarang ini, masihkah ada pemimpin yang adil seperti Umar? Tampaknya sulit ditemukan. Buktinya, bawahan yang sudah jelas-jelas korup dan tidak becus memimpin pun tetap dilindungi. Jangankan memberantas korupsi, malah ia minta bagian dari hasil korupsi tersebut.

Bagaimana tindakan kita? Haruskah kita ‘meluruskan’ para pejabat seperti ini dengan pedang? (-red /DS)

FORSIP Siap ‘Mengguncang’ Garut

Forsipnews (03/10) – 
Kalau diibaratkan seekor kupu-kupu,  FORSIP saat ini adalah sebuah kepompong yang sudah siap menetas. Sudah saatnya perjuangan FORSIP mulai memperlihatkan ‘taring’ yang lebih tajam.

Langkah FORSIP yang selama ini selalu dilakukan melalui dialog tampaknya harus sedikit diubah. Para petinggi FORSIP harus mulai memikirkan sebuah gebrakan yang lebih nyata agar aspirasinya bisa lebih didengar. Meskipun tentu dengan tetap santun dan menghindari sikap anarkis.

Pertimbangan ini didasarkan pada lambatnya penanganan para petinggi Garut terkait usulan FORSIP mengenai  restrukturisasi jabatan di Disnakkanla. Hal ini terbukti dengan tidak adanya tindakan nyata pada pelantikan Hari  Kamis, 22/09, dimana belum    tampak adanya perbaikan yang signifikan atas usulan FORSIP terkait rotasi/mutasi jabatan pada pelantikan 4 Mei.

Selain itu, usulan FORSIP untuk segera mengganti pimpinan tertinggi di Disnakkanla juga tidak diakomodasi. Padahal FORSIP telah mengajukan setidaknya 3 alasan kenapa pimpinan Disnakkanla harus segera diganti, yaitu (1) Masalah mutasi/rotasi jabatan pada pelantikan 4 Mei yang tidak didasarkan pada analisis jabatan, (2) Permasalahan TPP Disnakkanla yang melanggar  Perbup 561 Tahun 2009, serta (3) Masalah kesejahteraan pegawai dan  fasilitas UPTD.

Dari segi aturan, ketiga hal  ini sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi Bupati Garut untuk segera mengganti unsur pimpinan sekaligus melakukan restrukturisasi jabatan di Disnakkanla. Tapi pada kenyataanya itu tidak dilakukan.

Menyikapi hal ini, FORSIP tampaknya harus mulai mempertimbangkan untuk segera melakukan gebrakan yang lebih besar. Apalagi saat ini sudah ada lebih dari 30 elemen pergerakan yang siap mendukung perjuangan FORSIP. Ditambah lagi besarnya dukungan PNS dari berbagai SKPD yang juga siap bergabung memperjuangkan TPP.

Kalau sampai akhir tahun 2011 berbagai tuntutan FORSIP tidak juga diakomodasi, maka tampaknya sudah saatnya bagi FORSIP untuk ‘unjuk kekuatan’. Tidak perlu lagi menahan diri seperti sekarang ini. FORSIP harus mulai menggalang kekuatan yang lebih besar. Misalnya dengan meningkatkan cakupan perjuangannya dari yang tadinya hanya sebatas lingkup Disnakkanla menjadi lingkup Kabupaten Garut. Apalagi ada indikasi kesiapan PNS dari berbagai SKPD untuk bergabung membentuk FORSIP-FORSIP baru di instansi mereka. Bila ini sampai terjadi maka dipastikan ribuan PNS akan bergerak satu suara sehingga kondisi di Garut akan semakin memanas.

Tentu saja keputusan ini perlu pertimbangan matang dari semua pengurus FORSIP. Kalau memang ada respon positif dari para petinggi Garut terkait tuntutan FORSIP, tampaknya langkah besar ini tidak perlu dilakukan. Meskipun begitu, kesabaran tentu ada batasnya. (-red /DS)


Harus Tersenyum atau Menangis?

Forsipnews (23/09) –
Pemerintah Kabupaten Garut minggu lalu kembali melakukan pelantikan pejabat baru di gedung Pendopo Garut pada hari Kamis, 22/09. Suatu hal yang biasa, memang. Tetapi pelantikan kali ini tampaknya meninggalkan cukup kesan bagi para pegawai Disnakkanla.

Meskipun belum mengakomodasi perubahan struktur jabatan sesuai harapan FORSIP, tapi setidaknya ada sisi positif yang bisa diambil dari pelantikan tersebut. Salah satunya adalah dengan dimutasinya Sekretaris Disnakkanla ke SKPD lain. 

Memang sudah sejak lama FORSIP mengusulkan kepindahan pejabat yang satu ini. Selain keberadaannya membuat Disnakkanla carut-marut, juga disinyalir banyak melakukan indikasi korupsi yang bila diusut lebih lanjut tentu akan menjadi masalah besar bagi Disnakkanla.
Kepindahan Adi Parmono memang tampaknya membuat sebagian besar pegawai bisa sedikit  bernapas lega. Setidaknya, untuk sementara tidak akan ada lagi pertunjukan  arogansi kekuasaan yang selama ini terjadi.

Bagi pegawai Disnakkanla, kepindahan Sekretaris Adi Parmono membuat sedikit bingung untuk menyikapinya. Harus disikapi dengan tersenyum ataukah menangis. Haruskah kita tertawa karena dengan kepindahannya, ada harapan bahwa kondusifitas di Disnakkanla akan sedikit membaik? Ataukah kita harus menangis karena Adi Parmono menyisakan begitu banyak masalah di Disnakkanla?

Kalau dianalogikan, saat ini pegawai Disnakkanla seperti orang yang rumahnya baru saja kemalingan. Disatu sisi bernapas lega karena malingnya telah pergi, disisi lain menyisakan trauma besar karena kondisi rumah dalam keadaan berantakan dan  banyak barang berharga yang hilang.

Meskipun begitu, lebih baik kita terima saja semuanya dengan ikhlas hati. Tidak perlu kita bersumpah serapah. Nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada gunanya lagi menyesali tingkah laku beliau. Yang penting bagi kita adalah bagaimana kita bisa memperbaiki semua kerusakan yang ada. Menata kembali kondusifitas dan kenyamanan kerja, serta memulihkan hubungan baik diantara sesama pegawai.

Mudah-mudahan kejadian ini bisa menjadi contoh bagi kita semua bahwa tidak perlu takut mengkritisi ketika melihat pimpinan kita salah. Jangan takut berkata benar selama itu demi kebaikan bersama. Yang penting sekarang kita semua berdoa, mudah-mudahan tidak ada lagi pejabat seperti beliau di Disnakkanla. Amin. (-red-/DS)

KPK Temui Ketua FORSIP

Forsipnews (20/9) – Perjuangan FORSIP selama ini rupanya mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan, termasuk dari KPK. Hal ini terungkap ketika ketua FORSIP, Satrijadi, B.Sc didatangi tiga orang petugas KPK baru-baru ini.

Memang ada kabar bahwa sudah beberapa minggu ini petugas KPK berada di Garut untuk melakukan investigasi terkait berbagai persoalan. Dalam pertemuan tersebut, KPK meminta FORSIP untuk membantu mengungkapkan berbagai permasalahan terkait tindak pidana korupsi yang mungkin diketahui FORSIP, termasuk data-data pendukung yang dibutuhkan.

Kedatangan petugas KPK ini bisa diartikan bahwa keberadaan FORSIP memang cukup diperhitungkan dan dianggap bisa membantu memberikan berbagai informasi akurat terkait berbagai pelanggaran yang terjadi.

Investigasi KPK di Garut juga mengindikasikan bahwa memang ada banyak masalah yang terjadi terutama terkait tindak pidana korupsi.  Bagi FORSIP sendiri, kedatangan petugas KPK tersebut tentu disambut dengan positif.  FORSIP berjanji untuk menyediakan data-data yang dibutuhkan.

Tentu saja data yang dijanjikan FORSIP hanya terbatas pada hal-hal yang memang selama ini menjadi dasar perjuangan FORSIP yaitu masalah indikasi pelanggaran pada mutasi 4 Mei dan masalah TPP. Diluar dua hal tersebut FORSIP masih menahan diri. Apalagi selama ini memang FORSIP belum mengambil jalur ‘keras’ dalam perjuangannya. Sebagai organisasi kepegawaian,  FORSIP sepakat untuk lebih mengutamakan penggunaan jalur diplomasi terlebih dahulu sambil menunggu reaksi dari para petinggi di Kabupaten Garut terkait berbagai tuntutan dan aspirasi yang telah diajukan FORSIP selama ini.

Berdasarkan pertimbangan tersebut untuk sementara FORSIP baru mengajukan  Data pelanggaran TPP saja ke KPK. Hal ini karena permasalahan TPP memang berpotensi jadi hal yang besar. Apalagi sejumlah organisasi kepegawaian di SKPD lain sudah mulai merapat ke FORSIP untuk melakukan gerakan perjuangan bersama..

Selain investigasi dari KPK, beberapa hari ini Inspektorat juga melakukan investigasi seputar permasalahan fasilitas UPTD di Disnakkanla. Hal ini merupakan bentuk tindak lanjut dari surat pernohonan FORSIP kepada Bupati Garut untuk meningkatkan fasilitas UPTD yang pernah dilayangkan beberapa waktu lalu..

Masalah peningkatan fasilitas UPTD memang merupakan salah satu agenda perjuangan FORSIP. Hal ini didasarkan pada keprihatinan bahwa UPTD selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian dari pimpinan Disnakkanla. Hampir semua UPTD terutama UPTD wilayah tidak memiliki fasilitas kantor dan meja kerja. Wajar kalau ada Kelakar diantara Kepala UPTD bahwa UPTD Disnakkanla selalu berkantor diatas motor.

Di Disnakkanla, UPTD selama ini memang terkesan ‘dipinggirkan’. Jangankan fasilitas, ATK pun tidak punya. Untuk kegiatan survei bantuan sosial dan pembinaan pun, UPTD tidak pernah mendapatkan dana perjalanan dinas sehingga terpaksa merogoh kantong sendiri. Mereka juga hampir tidak pernah dilibatkan dalam koordinasi kegiatan sehingga wajar kalau ada UPTD yang tidak tahu ada kegiatan Disnakkanla di wilayahnya.

Padahal di dinas lain, seperti di Dinas Pertanian atau Kehutanan, UPTD benar-benar difungsikan sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan. Mereka mendapatkan fasilitas yang sangat memadai. Selain diberi fasilitas kantor dan meja kerja, UPTD juga dilibatkan sebagai pelaksana kegiatan.

Pada akhirnya, kita semua tentu berharap bahwa pemeriksaan Inspektorat ini bisa menyadarkan pimpinan  Disnakkanla tentang pentingnya peranan UPTD sebagai ujung tombak pembangunan. Amin.

Insiden Pengibaran Bendera

Forsipnews (21/9) – Sebagai  sebuah organisasi perjuangan, langkah FORSIP tentu tidak selalu mulus. Ada banyak batu ujian yang harus dilewati sebelum perjuangan membuahkan hasil.

Salah satu contohnya adalah terjadinya pengibaran bendera bertuliskan FORSIP pada demonstrasi hari Selasa, 13/09. Demonstrasi tersebut dilakukan aktifitas Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GERAK) yang merupakan gabungan dari berbagai elemen masyarakat.
Sebenarnya FORSIP sendiri tidak memiliki kaitan dengan aktifitas demonstrasi tersebut. Hal ini karena perjuangan FORSIP murni merupakan perjuangan untuk perbaikan internal Disnakkanla dan tidak ada hubungannya dengan gerakan politik apapun.

Meskipun begitu memang harus diakui bahwa banyak elemen masyarakat, termasuk GERAK, yang mendukung perjuangan FORSIP sehingga terjadi hubungan baik satu sama lain. Jadi kalau kemudian ada bendera bertuliskan FORSIP yang ikut dikibarkan saat terjadi demostrasi, itu hal yang wajar saja.

Sebelumnya memang Ketua FORSIP kedatangan beberapa aktifitis yang meminta ijin untuk mengikutkan FORSIP sebagai elemen pendukung gerakan mereka. Tentu saja Ketua FORSIP memberi ijin karena FORSIP memang berada pada koridor perjuangan yang sama yaitu sama-sama ingin melakukan perbaikan terhadap sistem pemerintahan di Kabupaten Garut. Hanya saja pada waktu itu Ketua FORSIP berpesan agar FORSIP tidak diikutsertakan dalam gerakan yang bersifat politis.

Mungkin karena ada sejumlah petinggi Garut yang merasa ‘gerah’, insiden pengibaran bendera tersebut berbuntut panjang. Hal ini diindikasikan dengan dipanggilnya Ketua dan Sekretaris FORSIP oleh Inspektorat pada hari Senin 19/09.

Sebenarnya ada kejanggalan dalam surat panggilan tersebut sebab yang memanggil adalah Kepala Dinas yang isinya  bukan ditujukan pada Ketua dan Sekretaris dalam kapasitas mereka sebagai pimpinan FORSIP tapi sebagai Kepala UPTD. Meskipun begitu, untuk menunjukan niat baik, para pengurus FORSIP tetap hadir memenuhi panggilan.

Bagi FORSIP pemanggilan ini justru sangat positif karena merupakan kesempatan baik untuk menjelaskan kronologis perjuangan yang selama ini dilakukan FORSIP. Oleh karena itu, selain menjelaskan ketidakterlibatan pengurus maupun anggota FORSIP dalam insiden pengibaran bendera tersebut, FORSIP juga meminta Inspektorat untuk segera menindaklanjuti semua tuntutan FORSIP yang selama ini telah dilayangkan baik lewat surat maupun lewat audiensi. Pada saat itu, pihak Inspektorat berjanji untuk segera menindaklanjuti permintaan tersebut.

Kita semua tentu berharap janji ini benar-benar dilaksanakan, bukan hanya sekedar ‘pemanis’ belaka hanya untuk meredam gerakan para pendukung FORSIP yang semakin menguat dari hari ke hari. (-red /DS)

Menyikapi Pengunduran Diri Wakil Bupati



Forsipnews (12/9) – Pernyataan mundurnya Rd. Diky Chandra dari jabatan Wakil Bupati Garut yang diliput berbagai media akhir-akhir ini memang benar-benar mengagetkan. Hal ini wajar karena selama ini bisa dikatakan bahwa dimata masyarakat kepemimpinan Diky Chandra sebagai Wakil Bupati Garut sepertinya nyaris tidak ada cela. Setidaknya, masyarakat masih tetap menggantungkan harapan tinggi terhadap kepemimpinan beliau.
Bagaimana tidak, selain menjadi kebanggaan masyarakat Garut, Diky Chandra bisa dikatakan merupakan sosok yang menjadi tumpuan harapan banyak orang untuk bisa memperbaiki sistem pemerintahan di Kabupaten Garut.
Meskipun pada kenyataannya, kepemimpinan Bupati H. Aceng Fikri, sering mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan karena dianggap stagnan, tetapi Wakil Bupati sedikit banyaknya terbukti memberikan andil yang cukup besar bagi pembangunan Garut terutama di sektor Pariwisata. 

Sejak kepemimpinan beliau, pendapatan Kabupaten Garut di sektor pariwisata meningkat tajam hingga dua kali lipat. Selain kegigihan Diky Chandra memperkenalkan Garut di berbagai even, beliau juga tidak segan menggunakan koneksinya di kalangan selebritis untuk mempromosikan keindahan Garut.
Yang sungguh mengharukan, di salah satu sesi liputan wawancara televisi, pada saat menyatakan pengunduran diri dari jabatannya, Diky Chandra masih sempat mempromosikan keindahan panorama Garut. Disini saja sudah bisa dinilai betapa besar kecintaan Diky Chandra pada kabupaten yang dipimpinnya tersebut.
Pengunduran diri Diky Chandra, selain mengagetkan, juga menimbulkan beragam penafsiran terhadap kondisi perpolitikan di Kabupaten Garut. Pengunduran diri Wakil Bupati mau tidak mau akan memunculkan pertanyaan ‘Ada apa di Garut?’ Sedemikian busuknyakah perpolitikan di Garut sehingga seorang Wakil Bupati, yang jelas-jelas mengantongi legitimasi amanah rakyat, terpaksa harus mengundurkan diri?
Terpilihnya Diky Chandra sebagai Wakil Bupati Garut murni merupakan hasil sebuah proses demokrasi yang bersih. Pasangan H. Aceng Fikri dan Rd. Diky Chandra berasal dari independen. Kemenangan mereka merupakan simbol kekuatan demokrasi. Sebuah pembelajaran bahwa ruang demokrasi memberi kesempatan bagi siapapun untuk menjadi pemimpin meskipun tanpa dukungan partai politik.
Kita semua tentu sangat menyayangkan bahwa Diky Chandra yang diberi amanah  oleh rakyat untuk memimpin Garut, ternyata mundur di tengah jalan. Harusnya, sebagai pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat, seberapa kuatnyapun tekanan politik yang dirasakan,  ia tidak perlu mundur. Sebab tidak ada satupun kekuatan politik yang bisa membuat ia meletakan jabatannya, terkecuali bila terbukti melakukan pelanggaran hukum atau dicabut jabatannya lewat mekanisme pemilu.
Mundurnya Diky Chandra, berarti kita juga akan kehilangan sosok Ibu Wakil Bupati, Rani Permata, yang selama ini dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi. Jarang kita temukan sosok istri pejabat yang demikian konsern pada masyarakat. Selama ini Rani terkenla gigih berjuang menggalang berbagai bantuan sosial. Ia bahkan rela ‘ngamen’  dari pasar ke pasar untuk memberikan contoh kepedulian sosial pada masyarakat.
Terlepas dari hal tersebut,  pengunduran diri Diky Chandra tentu memberikan kesan tersendiri. Seingat saya, inilah pertama kalinya ada pejabat di Indonesia yang tanpa ada indikasi kesalahan, tetapi berani mengundurkan diri dari jabatannya secara legowo. Sebab biasanya pejabat Indonesia baru mau mundur  jika ia terlibat masalah hukum, KKN atau terjerat pornografi.
Meskipun begitu, kita tidak harus berkecil hati dahulu sebab pengunduran Diky Chandra tidak serta merta membuatnya lengser dari jabatan Wakil Bupati. Ada prosedur yang mesti ditempuh terlebih dahulu sebab  pengunduran pimpinan daerah baru sah bila disetujui  DPRD. Selain itu, pengunduran diri tersebut juga perlu mendapatkan persetujuan oleh Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.
Kita semua tentu berharap anggota dewan yang terhormat termasuk Gubernur dan Menteri Dalam Negeri bisa memberikan pertimbangan yang benar-benar bijaksana mengenai hal tersebut, semata-mata untuk kebaikan seluruh masyarakat.
Selain itu kita tentu layak memberi  kesempatan pada Diky Chandra untuk memilih. Sebab sebagai manusia, tentu beliau berhak untuk menerima atau menolak suatu amanah jabatan. Setidaknya kita tetap menghargai langkah pengunduran Diky Chandra karena setidaknya beliau telah menundukan kualitas dirinya sebagai pejabat yang berani mengambil sikap politis yang tegas. (-red /DS)





Sucikan Hati di Hari yang Fitri!




Forsipnews (01/09) – 
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.....
Gema takbir membahana di seluruh penjuru dunia. Segenap umat Islam dengan beragam latar belakang etnis, budaya dan bangsa menyatukan hati menyerukan kebesaran Allah.
Kaum muslimin dari mulai Kutub Utara hingga Kutub Selatan, dari mulai Eropa Timur hingga Afrika Barat. Semuanya memanjatkan rasa syukur tak terhingga dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri, hari kemenangan bagi seluruh  Umat Islam.
Bagi kita,  perasaan ketika merayakan Idul Fitri seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi hati demikian bahagia karena hari Idul Fitri adalah hari kemenangan, kemenangan menahan nafsu atas segala dosa dan maksiat selama satu bulan penuh.
Disisi lain, Idul Fitri juga membuat hati bersedih. Sedih karena ketika kita menginjak hari raya Idul Fitri berarti kita telah kehilangan satu bulan yang luar biasa istimewa, bulan yang penuh berkah, rahmah dan ampunan, yaitu Bulan Ramadhan.
Entah kapan kita bisa bertemu kembali dengan Bulan Suci ini. Masihkah kita diberikan kesempatan oleh Allah untuk merasakan kembali nikmatnya bulan Ramadhan di tahun depan? Ataukah Bulan Ramadhan ini adalah bulan Ramadhan terakhir bagi kita?
Seperti kata pepatah, sesal selalu datangnya belakangan. Rindu baru terasa ketika kita ditinggal pergi. Begitu juga dengan Bulan Ramadhan. Ketika Ramadhan telah lewat, ada rasa sesal bahwa kita masih belum maksimal dalam menjalankan ibadah. Ketika Ramadhan telah pergi, barulah muncul rasa rindu kapankah kita akan kembali bertemu dengan bulan tersebut.
Ramadhan adalah Anugerah Allah yang tak terhingga yang khusus diberikan untuk umat Islam. Tidak ada satupun umat agama lain yang diberi kesempatan ini. Ramadhan adalah sesuatu yang eksklusif, istimewa, spesial. Just for Us. Bulan dimana dimana pintu ampunan dibuka lebar-lebar. Berkah dan rahmah tercurah SERTA Setiap ibadah dilipat gandakan jumlahnya. Bersyukurlah bahwa hari ini kita masih bisa melewati Ramadhan satu kali lagi.
Menyambut hari yang fitri ini saatnya, kita coba ikhlaskan hati. Lepaskan semua unek-unek, semua kekesalan hati, serta semua hal yang membebani kita yang bisa kembali menjerumuskan pada dosa.
Dengan bergantinya baju yang baru, maka kita ganti pula hati dan pikiran kita dengan sesuatu yang masih baru pula. Melupakan masa lalu dan kembali menata hati untuk sesuatu yang fitri.
Di hari raya ini, kita kalibrasi hati kita kembali ke nol. Kembali suci seperti halnya bayi yang baru lahir. Minal Aidzin wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. (-red-/DS)

Mengukur Kinerja Pegawai, Mungkinkah?


Forsipnews (15/8) – Mengukur kinerja pegawai memang bukanlah hal yang mudah. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Apalagi sampai saat ini kita belum memilik perangkat akurat untuk itu.

Memang di dunia birokrasi, kita sudah punya perangkat  penilaian kinerja yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan atau DP3. Tapi apakah DP3 benar-benar mampu menilai prestasi  dan kinerja seseorang?

Kalau kita sejenak amati isi DP3, perangkat yang dinilai sebenarnya tidak ilmiah alias absurd.
Pada DP3 ada 8 unsur yang dinilai yaitu Kesetiaan, Prestasi Kerja, Tanggungjawab, Ketaatan, Kejujuran, Kerjasama, Prakarsa dan Kepemimpinan. Nilainya berupa skor antara 0-100. Pertanyaannya adalah, apakah mungkin Semua itu bisa dihitung secara kuantitatif? Untuk memberikan skor, tentu harus ada indikator yang bisa dipertanggung jawabkan secara empiris.

Contohnya nilai kesetiaan. Apakah kesetiaan dapat diukur? Dalam DP3, bisa. Padahal secara keilmuan, sulit menentukan indikator sebuah kesetiaan.Kalau kesetiaan bisa diukur secara matematis, tentu tidak akan ada kudeta militer, tidak ada gontok-gontokan antara atasan bawahan, tidak akan ada pengkhianatan politis. Seluruh dunia akan damai karena setiap bawahan bisa diukur kesetiaannya oleh atasannya.

Yang menggelikan lagi adalah penilaian tentang kejujuran. Apakah sebuah kejujuran bisa diukur dengan angka? Saya kira mustahil! Hanya Tuhan yang mampu menilai kejujuran seseorang. Karena kejujuran itu adanya di hati. Lautan bisa diselami, tapi kedalaman hati orang tidak ada yang tahu.

Yang lebih lucu lagi lagi adalah bahwa DP3 dinilai justru oleh atasan kita yang juga kebanyakan tidak jujur.Kalau kita mau terus terang, sebenarnya harus kita akui  bahwa nilai kejujuran kita jeblok. Coba tanya diri sendiri, apakah selama ini kita memang sudah berlaku jujur? Apakah selama ini kita tidak  manipulatif, misalnya saat melaksanakan proyek, membuat SPJ atau menyusun laporan hasil pekerjaan?  

Begitu juga dengan nilai kesetiaan. Waktu diangkat jadi PNS, kita bersumpah akan setia dan taat pada Pemerintah RI yang merupakan representasi dari amanat rakyat. Tapi sebagian dari kita justru selalu mencari celah untuk ‘mengakali’ uang rakyat. Undang-undang diakali, peraturan digembosi, suap dan KKN jadi kebiasaan. Jadi dimana letaknya kesetiaan itu? Yang ada malah kesetiaan pada uang dan jabatan, bukannya pada rakyat.

Tulisan ini tentu saja tidak dimaksudan untuk  menyimpulkan secara sepihak bahwa keberadaan DP3 itu tidak ada manfaatnya. Tulisan ini hanya sekedar membuka wawasan kita bahwa indikator kinerja yang selama ini kita miliki belumlah efektif.

Dari sudut pandang kita, sebenarnya tidak terlalu sulit menilai kinerja seorang pegawai. Tidak ada DP3 pun tidak masalah. Kita kategorikan saja para pegawai berdasarkan Key Personality. Berdasarkan teori ini, kategori pegawai bisa dibagi tiga yaitu, Key Person, Side Person, dan Enemy Person.

Key Person adalah pegawai yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan. Kalau orang ini tidak ada, maka  pekerjaan jadi mandek. Kalau dia tidak hadir, semua jadi kelimpungan. Ibarat mobil, orang ini adalah onderdil mesin yang kalau hilang atau rusak, kendaraan tidak bisa bergerak.

Yang kedua adalah Side Person. Side Person adalah pegawai yang berada di ‘pinggiran’ alias ‘tidak penting’. Ia hadir di kantor atau tidak, tidak ada pengaruhnya. Orang ini seperti aksesoris yang fungsinya hanya memperindah. Meskipun tidak hadir, tidak masalah karena pekerjaan tetap bisa jalan. Fungsinya hanya ‘meramaikan’ kantor saja.

Kategori ketiga adalah kategori paling jelek yaitu Enemy Person. Orang yang selalu merasa benar sendiri. Kalau dia hadir, pekerjaan malah jadi berantakan. Semua orang bersyukur kalau orang ini tidak ada karena keberadaannya hanya akan membuat repot.

Nah, pertanyaannya, kita termasuk kategori yang mana? Jawabannya mudah saja. Kalau anda suatu saat tidak hadir di kantor, kemudian banyak telepon yang masuk, semua orang panik, dan atasan meminta anda segera datang untuk membereskan pekerjaan, berarti anda termasuk Key Person. Jadi Key Person adalah orang yang memiliki keahlian spesifiksehingga keberadaannya sangat dibutuhkan.

Sebaliknya, kalau anda tidak hadir sebulan pun tidak ada yang mencari, maka anda termasuk kategori Side Person. Kehadiran anda di kantor tidak terlalu dibutuhkan. Kemampuan anda dianggap tidak penting karena  banyak orang yang memiliki keahlian yang sama dengan anda.
Bagaimana dengan kategori Enemy Person ? Anda bisa jadi termasuk kategori ini bila semua orang tampaknya berusaha menghindari anda. Orang bicara dengan anda hanya sekedar basa-basi, di dalam hati mereka berharap anda segera hengkang dari kantor.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa menilai kinerja diri sendiri tidaklah sulit. Kalau kita merasa termasuk kategori pertama, maka besyukurlah. Itu berarti kita sudah memiliki kinerja yang baik. Kalau masuk kategori dua, tampaknya kita harus segera berbenah untuk meningkatkan keahlian. Kalau termasuk kategori ketiga, wah gawat. Sebaiknya kita segera instropeksi diri.

Dengan adanya kategori ini kita berharap petinggi Disnakkanla menyadari pentingnya kompetensi pegawai. Sudah saatnya mereka sadar bahwa tupoksi mereka tidak hanya terkait proyek saja. Tetapi juga menyangkut kinerja SDM. Sebab tanpa staf yang kompeten, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa.

Selain itu, reward and funishment  terhadap pegawai juga perlu diterapkan lebih adil. Yang salah perlu di tegur, yang tidak hadir perlu diberi peringatan dan yang kompeten perlu diberi penghargaan. Jangan sampai ada petugas yang ‘bolos’ bertahun-tahun dan memiliki kinerja buruk malah dipromosikan jadi staf di kantor sementara yang berprestasi baik malah ‘dibuang’ keluar. (-red/DS)

Gambaru FORSIP! Sebuah Renungan Perjuangan


Forsipnews (18/8) Ketika pertama kali mendengar istilah Gambaru  dari Ketua FORSIP, saya sempat bingung. Dicari-cari di memori otak saya, ternyata tidak ditemukan arti kata untuk istilah tersebut.

Awalnya saya pikir Gambaru itu ada kaitannya dengan gambar atau karikatur. Tapi ternyata lain sekali artinya. Gambaru adalah istilah yang sangat populer di Jepang. Istilah yang menjadi semangat perjuangan Bangsa Jepang hingga bisa menjadi negara luar biasa seperti sekarang.
Istilah ini selalu dijadikan pegangan guru-guru di Jepang untuk memberi semangat pada para siswanya untuk meraih prestasi setinggi mungkin.

Dalam kamus Jepang, istilah Gambaru memiliki arti “doko made mo nintai shite doryoku suru” artinya “bertahan sampai kemanapun dan berusaha habis-habisan”. Jadi terjemahan kasarnya, Gambaru adalah “berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan!”.

Istilah Gambaru disepakati untuk menjadi slogan utama FORSIP. Saya tentu setuju sekali. Setidaknya istilah ini bisa jadi landasan semangat dalam perjuangan yang sedang kita lakukan. Lagipula, daripada memakai istilah “Berjuang sampai mati!” yang kadang kesannya terlalu berlebihan, istilah Gambaru rasanya lebih tepat dan ‘mengena’ di hati.

FORSIP berdiri pada tanggal 6 Mei 2011. Dirintis dan dideklarasikan oleh sepuluh orang yang kemudian disebut Tim 10. Diawali dengan kumpul-kumpul dalam rangka silaturahmi. Kemudian, lama-lama pertemuan jadi makin intens. Pembicaraan kemudian jadi mengkerucut, akhirnya diusulkan untuk dibentuk Forum Silaturahmi Pegawai atau disingkat FORSIP.

Pembentukan FORSIP adalah langkah pembuka untuk“Gambaru”. Kenapa Gambaru? Karena pembentukan FORSIP butuh perjuangan dan pengorbanan. FORSIP tidak cukup hanya dideklarasikan, tapi harus diperjuangkan untuk mencapai cita-citanya.

Sebagai organisasi, FORSIP tentu butuh dana operasional, butuh fasilitas dan butuh dukungan dari berbagai pihak. Dan semua itu pada awalnya tidak dimiliki. Tapi bukan gambaru namanya kalau kemudian masalah tersebut jadi menghambat perjuangan. Masalah dana, bisa patungan, kalau perlu dengan merogoh kocek sendiri.

Masalah fasilitas, tidak usah dipikirkan lah. Apa saja gunakan dulu. Pertemuan di rumah pun tidak jadi masalah. Bagaimana dengan masalah dukungan? Tidak apa-apa  FORSIP tidak didukung pimpinan, yang penting seluruh pegawai Disnakkanla bisa support. Jangan putus asa hanya karena tidak memiliki apapun. Kan Gambaru! Berjuang sampai mati. Kalau ingin berjuang ya harus siap dengan pengorbanan.

Kita ingin dengan Gambaru, semua masalah FORSIP bisa diselesaikan. Kita juga berharap mudah-mudahan dalam waktu dekat FORSIP bisa menyelenggarakan Rapat Anggota. Dengan begitu, FORSIP tidak terkesan ekslusif, tapi bisa menjadi bagian dari seluruh pegawai Disnakkanla. Amin.(-red/DS)