Mengukur Kinerja Pegawai, Mungkinkah?


Forsipnews (15/8) – Mengukur kinerja pegawai memang bukanlah hal yang mudah. Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Apalagi sampai saat ini kita belum memilik perangkat akurat untuk itu.

Memang di dunia birokrasi, kita sudah punya perangkat  penilaian kinerja yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan atau DP3. Tapi apakah DP3 benar-benar mampu menilai prestasi  dan kinerja seseorang?

Kalau kita sejenak amati isi DP3, perangkat yang dinilai sebenarnya tidak ilmiah alias absurd.
Pada DP3 ada 8 unsur yang dinilai yaitu Kesetiaan, Prestasi Kerja, Tanggungjawab, Ketaatan, Kejujuran, Kerjasama, Prakarsa dan Kepemimpinan. Nilainya berupa skor antara 0-100. Pertanyaannya adalah, apakah mungkin Semua itu bisa dihitung secara kuantitatif? Untuk memberikan skor, tentu harus ada indikator yang bisa dipertanggung jawabkan secara empiris.

Contohnya nilai kesetiaan. Apakah kesetiaan dapat diukur? Dalam DP3, bisa. Padahal secara keilmuan, sulit menentukan indikator sebuah kesetiaan.Kalau kesetiaan bisa diukur secara matematis, tentu tidak akan ada kudeta militer, tidak ada gontok-gontokan antara atasan bawahan, tidak akan ada pengkhianatan politis. Seluruh dunia akan damai karena setiap bawahan bisa diukur kesetiaannya oleh atasannya.

Yang menggelikan lagi adalah penilaian tentang kejujuran. Apakah sebuah kejujuran bisa diukur dengan angka? Saya kira mustahil! Hanya Tuhan yang mampu menilai kejujuran seseorang. Karena kejujuran itu adanya di hati. Lautan bisa diselami, tapi kedalaman hati orang tidak ada yang tahu.

Yang lebih lucu lagi lagi adalah bahwa DP3 dinilai justru oleh atasan kita yang juga kebanyakan tidak jujur.Kalau kita mau terus terang, sebenarnya harus kita akui  bahwa nilai kejujuran kita jeblok. Coba tanya diri sendiri, apakah selama ini kita memang sudah berlaku jujur? Apakah selama ini kita tidak  manipulatif, misalnya saat melaksanakan proyek, membuat SPJ atau menyusun laporan hasil pekerjaan?  

Begitu juga dengan nilai kesetiaan. Waktu diangkat jadi PNS, kita bersumpah akan setia dan taat pada Pemerintah RI yang merupakan representasi dari amanat rakyat. Tapi sebagian dari kita justru selalu mencari celah untuk ‘mengakali’ uang rakyat. Undang-undang diakali, peraturan digembosi, suap dan KKN jadi kebiasaan. Jadi dimana letaknya kesetiaan itu? Yang ada malah kesetiaan pada uang dan jabatan, bukannya pada rakyat.

Tulisan ini tentu saja tidak dimaksudan untuk  menyimpulkan secara sepihak bahwa keberadaan DP3 itu tidak ada manfaatnya. Tulisan ini hanya sekedar membuka wawasan kita bahwa indikator kinerja yang selama ini kita miliki belumlah efektif.

Dari sudut pandang kita, sebenarnya tidak terlalu sulit menilai kinerja seorang pegawai. Tidak ada DP3 pun tidak masalah. Kita kategorikan saja para pegawai berdasarkan Key Personality. Berdasarkan teori ini, kategori pegawai bisa dibagi tiga yaitu, Key Person, Side Person, dan Enemy Person.

Key Person adalah pegawai yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan. Kalau orang ini tidak ada, maka  pekerjaan jadi mandek. Kalau dia tidak hadir, semua jadi kelimpungan. Ibarat mobil, orang ini adalah onderdil mesin yang kalau hilang atau rusak, kendaraan tidak bisa bergerak.

Yang kedua adalah Side Person. Side Person adalah pegawai yang berada di ‘pinggiran’ alias ‘tidak penting’. Ia hadir di kantor atau tidak, tidak ada pengaruhnya. Orang ini seperti aksesoris yang fungsinya hanya memperindah. Meskipun tidak hadir, tidak masalah karena pekerjaan tetap bisa jalan. Fungsinya hanya ‘meramaikan’ kantor saja.

Kategori ketiga adalah kategori paling jelek yaitu Enemy Person. Orang yang selalu merasa benar sendiri. Kalau dia hadir, pekerjaan malah jadi berantakan. Semua orang bersyukur kalau orang ini tidak ada karena keberadaannya hanya akan membuat repot.

Nah, pertanyaannya, kita termasuk kategori yang mana? Jawabannya mudah saja. Kalau anda suatu saat tidak hadir di kantor, kemudian banyak telepon yang masuk, semua orang panik, dan atasan meminta anda segera datang untuk membereskan pekerjaan, berarti anda termasuk Key Person. Jadi Key Person adalah orang yang memiliki keahlian spesifiksehingga keberadaannya sangat dibutuhkan.

Sebaliknya, kalau anda tidak hadir sebulan pun tidak ada yang mencari, maka anda termasuk kategori Side Person. Kehadiran anda di kantor tidak terlalu dibutuhkan. Kemampuan anda dianggap tidak penting karena  banyak orang yang memiliki keahlian yang sama dengan anda.
Bagaimana dengan kategori Enemy Person ? Anda bisa jadi termasuk kategori ini bila semua orang tampaknya berusaha menghindari anda. Orang bicara dengan anda hanya sekedar basa-basi, di dalam hati mereka berharap anda segera hengkang dari kantor.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa menilai kinerja diri sendiri tidaklah sulit. Kalau kita merasa termasuk kategori pertama, maka besyukurlah. Itu berarti kita sudah memiliki kinerja yang baik. Kalau masuk kategori dua, tampaknya kita harus segera berbenah untuk meningkatkan keahlian. Kalau termasuk kategori ketiga, wah gawat. Sebaiknya kita segera instropeksi diri.

Dengan adanya kategori ini kita berharap petinggi Disnakkanla menyadari pentingnya kompetensi pegawai. Sudah saatnya mereka sadar bahwa tupoksi mereka tidak hanya terkait proyek saja. Tetapi juga menyangkut kinerja SDM. Sebab tanpa staf yang kompeten, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa.

Selain itu, reward and funishment  terhadap pegawai juga perlu diterapkan lebih adil. Yang salah perlu di tegur, yang tidak hadir perlu diberi peringatan dan yang kompeten perlu diberi penghargaan. Jangan sampai ada petugas yang ‘bolos’ bertahun-tahun dan memiliki kinerja buruk malah dipromosikan jadi staf di kantor sementara yang berprestasi baik malah ‘dibuang’ keluar. (-red/DS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar