TPP Naik? Semoga......!

Forsipnews (7/8) –Tambahan Penghasilan Pegawai atau TPP diatur dengan PERBUP No. 561 Tahun 2009 yang salah satu tujuannya adalah untuk  meningkatkan kesejahteraan dan kinerja PNS.

Meskipun tujuannya untuk meningkatkan kinerja seluruh aparatur, pada kenyataannya besaran nilai TPP di Pemda Garut ternyata tidak sama untuk seluruh instansi. Beberapa instansi tampaknya lebih ’diistimewakan’ dibanding instansi lain. Bahkan ada dinas/intansi yang besaran TPP-nya 10 kali lipat dibanding dinas lain.

Perbedaan nilai TPP ini katanya terjadi karena tiap dinas/instansi memiliki beban kerja yang berbeda. Dalam Perbup 561, Disnakanla sendiri skor beban kerjanya terbilang kecil yaitu nomor urut 19.  Dinas Instansi yang berada di urutan 10 teratas adalah SETDA, Inspektorat, DPPKA, BAPPEDA BKD, Dinas Pendidikan, Sekretariat DPRD, BPMPD, Disdukcapil dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup.

Pertanyaannya adalah, darimana dasar penilaian beban kerja tersebut? Misalnya, apa dasarnya TPP di SETDA nyaris10 kali lipat besarnya dibanding Disnakkanla? Padahal meskipun pegawai SETDA bekerja 24 jam sehari tanpa istirahatpun, tetap jam kerjanya tidaklah 10 kalinya jam keja kita, bukan?

Jawabannya memang akan ‘mbalelo’. Ada banyak alasan yang bisa dibuat untuk ‘melegalkan’ ketimpangan ini. Kalau hal ini diungkap, tentu bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang cukup besar di kalangan pegawai.

Kita sendiri tahu bahwa TPP di dinas kita juga tidaklah besar. Sebagai dinas dengan hasil skor nomor urut 19, mungkin Disnakkanla dianggap beban kerjanya tidak berat alias ‘santai’. Jadinya, meskipun kita adalah dinas yang mengurus tiga sektor pembangunan strategis yaitu Peternakan, Perikanan dan Kelautan, tapi bagi para pemegang kebijakan, kita mungkin dianggap ‘tidak penting’ sehingga TPP-nya kecil saja.

Lebih ‘menyakitkan’ lagi bahwa sudah TPP-nya kecil, ternyata besarnya pun kurang dari 50% dari besaran TPP yang seharusnya. Contohnya untuk staf golongan III, TPP yang seharusnya didapat adalah Rp. 320.000,-. Tapi pada kenyataanya hanya dianggarkan Rp. 150.000,-. Begitu juga untuk staf Golongan II, TPP yang didapat hanya Rp. 100.000,- padahal seharusnya Rp. 230.000,-.

Kenapa bisa seperti itu? Kalau kita coba tanya, alasannya selalu klise yaitu ’tidak ada anggaran’. Padahal tahun ini saja Disnakkanla memiliki  Anggaran Belanja Langsung lebih dari 15 milyar rupiah. Jadi dinas kita sebenarnya sangat mampu untuk meningkatkan nilai TPP agar sesuai dengan nilai yang tercantum pada Perbup. Kalau dinas lain, seperti Dinas Pertanian, tahun ini mampu meningkatkan TPP hingga 2 kali lipat, kenapa dinas kita tidak bisa?

Jawabannya tentu tergantung pada ”Good will” atau kehendak dari unsur pimpinan Disnakkanla. Dan tampaknya, ”Good will’ dari unsur pimpinan ini agak kendor. Kalau dikaji memang wajar juga. Saat ini nilai TPP untuk Sekretaris dan Kabid sudah sesuai dengan Perbup yaitu sebesar Rp. 1,5 jt dan 1,2 jt perbulan. Dengan nilai TPP sebesar itu, tentu dimaklumi kalau ’semangat’ mereka  untuk memperjuangkan TPP juga ‘kedodoran’.

Selain itu, alasan para petinggi di Disnakkanla yang terkesan ‘ogah-ogahan’ menaikan TPP, adalah karena dana TPP harus diambil dari pos Anggaran Belanja Langsung. Artinya untuk menaikan TPP pegawai, maka anggaran proyek terpaksa harus dikurangi. Kalau proyeknya berkurang, tentu ‘penghasilan’ mereka berkurang juga, bukan?

Mudah-mudahan dugaan itu hanya ‘bobodoran’ alias ‘nyeleneh’ saja. Kita yakin para pejabat di Disnakkanla tidaklah ‘sekejam’ itu pada para bawahannya. Kita berpikir positif saja bahwa tidak dinaikannya TPP mungkin karena masyarakat sangat membutuhkan bantuan sehingga dana proyek harus dipertahankan. Jadi biarlah para pegawai sedikit menderita, yang penting rakyat bahagia.

Meskipun begitu, tentu itu tidak berarti kita lantas Berhenti berjuang. TPP adalah hak kita dan sudah dinaungi aturan. Jadi wajar kalau kita menuntut kenaikan TPP agar sesuai dengan aturan yang ada. Itulah sebabnya kita saat ini membutuhkan FORSIP sebagai fasilitator.

Kenaikan TPP memang telah menjadi salah satu agenda perjuangan FORSIP. Terbukti dengan dilakukannya penggalangan tanda tangan beberapa waktu lalu. Alhamdulilah sebagian besar pegawai mendukung gerakan ini.

Sebagai langkah awal FORSIP telah melayangkan surat pada para petinggi Garut termasuk Bupati, SEKDA, DPPKA dan Inspektorat.

Pada tanggal 28 Juni 2011, telah dilakukan audiensi dengan Komisi A DPRD, dimana TPP pun menjadi salah satu agenda yang dibahas. Ketua Forsip sendiri berkali-kali mendatangi petinggi DPPKA untuk mendesak agar kenaikan TPP di Disnakkanla bisa segera direalisasi tahun ini. Dukungan dari lembaga-lembaga lain pun digalakan untuk menggolkan perjuangan ini.

Syukurlah bahwa DPPKA tampaknya menanggapi desakan ini cukup positif. Hal ini terbukti dengan diutusnya pejabat DPPKA untuk menemui ketua FORSIP.  Mereka menjanjikan bahwa dalam waktu dekat TPP Disnakkanla akan dinaikan.

Kita semua tentu berharap  bahwa janji-janji ini tidak kosong belaka. Mudah-mudahan para pejabat di Disnakkanla juga segera merespon sinyal positif ini. Yang jelas, kita tentu tidak akan pernah menyerah untuk berhenti berjuang. Sebab TPP adalah hak kita bersama. TPP naik? Semoga.....!  (-red/DS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar